TUGAS
KELOMPOK
EFISIENSI
BIROKRASI PEMERINTAHAN

DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
1
1.E
FAK.
SOSPOL
JUR.
ILMU ADMINISTRASI NEGARA (IAN)
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
DAFTAR
NAMA KELOMPOK 1
1.
NURMALITASARI KARTINI
2.
HUSRI
3.
LALU
ASRUL AZHAR GONI
4.
HARGITAYANTI
5.
INDRIANI
6.
RISNAWATI
7.
DJOKO
PRASETYO S
8.
SALSA NABILA
MUTIA HATTA
9.
NURUL ARMITHA BAHARUDDIN
10. AHMAD
11. DEWI SRI
LESTARI
12. SUKRAN
13. MUHAMMAD ASRUL
14. ERLAN HIDAYAT
15. AYU INSANI
16. EKA SUSILAWATI
17. INDASARI
18. EDI ISWANTO
19. MUNAWARA
20. JUMARNI
KATA
PENGANTAR
بِسْÙ…ِ اللهِ
الرَّØْمنِ الرَّØِيمِ
Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatu.
Segala puji hanya milik Allah
SWT Tuhan semesta alam atas ilmu dan nikmat sehat yang telah diberikan sehingga
tugas kelompok ini dapat kami susun tanpa hambatan, shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita mampu
meneladaninya. Amiin..
Tugas kelompok ini dibuat
dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk saran penyusunan tugas
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun
pembuatan makalah selanjutnya dari kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Billahi
fisabililhaq fastabikul khairat, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu.
Makassar,
26 oktober 2015
penulis
kelompok
1
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………..…… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN :
A. LATAR
BELAKANG ……………………………………………….….... 1
B. RUMUSAN
MASALAH …………………………………………….…... 1
C. TUJUAN ……………………………………………………….………… 2
D. HIPOTESIS ……………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN :
A.
SISTEM PEMERINTAHAN DI
INDONESIA ………………………………… 3
B. SISTEM
BIROKRASI PEMERINTAHAN DI INDONESIA ………………….. 3
C. PERUBAHAN
SISTEM BIROKRASI DIINDONESIA ……………………….
8
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..…. 11
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Indonesia adalah sebuah negara yang
berasaskan pancasila dan memiliki sumber hukum yaitu UUD 1945. Segala sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan barmasyarakat, berbangsa dan bernegara di atur
oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu undang-undang, perpres, perpu,
peraturan pemerintahan, perda, dan lain sebagainya. Indonesia telah mengalami
berbagai macam peristiwa yang menyangkut system pemerintahan. Birokrasi kini dipandang sebagai sebuah system
dan alat manajemen pemerintahan yang amat buruk. Dikatakan demikian karena kita
mencium bahwa aroma birokrasi sudah melenceng dari tujuan semula sebagai medium
penyelenggaraan tugas-tugas kemasyarakatan, yaitu melayani masyarakat dengan
sebaik-baiknya.
Namun birokrasi kini identik dengan
perlihan dari meja ke meja, proses yang ribet, berbelit-belit, dan tidak
efisien dan tidak efektif. Urusan- urusan birokrasi selalu menjengkelkan karena
selalu berurusan dengan formulir-formulir, proses perolehan izin yang melalui
banyak control secara berantai, aturan-aturan yang ketat yang mengharuskan
seseorang melewati banyak sekat-sekat formalitas dan sebagainya.
Citra buruk yang melekat dalam tubuh
birokrasi dikarenakan system ini telah dianggap sebagai tujuan bukan lagi
sekedar alat untuk mempermudah jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Terkesan,
mustahil negara tanpa birokrasi.
Selain itu, merupakan alat untuk
memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya
melayani masyarakat. Birokrasi adalah jantung negara. Apabila birokrasi sehat
maka akan sehat pula suatu Negara tersebut. Sebaliknya, rusaknya birokrasi akan
berdampak pada kehancuran Negara berakibat pada kehancuran masyarakatnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
gambaran system pemerintahan Indonesia saat ini?
2. Apakah
system birokrasi pemerintahan Indonesia saat ini sesuai dengan harapan
masyarakat Indonesia?
3. Apakah
system birokrasi di Indonesia sudah ada perubahan dari sebelumnya?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
gambaran system pemerintahan Indonesia pada saat ini.
2. Mengetahui
apakah system birokrasi pemerintahan Indonesia apakah sudah sesuai dengan
keinginan rakyat dan sejalan dengan konstitusi.
3. Mengetahui
perubahan pada system birokrasi di Indonesia.
D.
HIPOTESIS
Banyaknya
perubahan yang cukup signifikan dalam system birokrasi pemerintahan di
Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang kurang memahami bagaimana proses
birokrasi yang sesungguhnya. Dengan demikian system ketatanegaraan yang baik
dan selalu berorientasi kepada tujuan pokok Negara yakni mewujudkan
kesejahteraan rakyat, pendidikan yang terjamin, keamanan Negara serta
stabilitas ekonomi dan politik luar negeri yang bebas aktif akan dapat terwujud
jadi rakyat mengetahui system birokrasi yang sesungguhnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Indonesia adalah sebuah Negara yang terletak di kawasan
Asia Tenggara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 dari penjajahan
belanda, inggris, dan jepang. Dalam mencapai kemerdekaanya, bangsa Indonesia
mengalami perjuangan yang tidak mudah namun dengan rahmat Allah dan perjuangan
yang tiada henti pada akhirnya Indonesia
dapat merdeka dengan sendirinya tanpa pemberian dan bantuan militer dari Negara
lain.
Saat dideklarasikan pada 17 agustus 1945 indonesia menganut
system parlementer dimana Negara ini memiliki seorang presiden sebagai kepala
Negara dan memiliki seorang perdana menteri untuk menjadi kepala
pemerintahannya. Kemudin indonesia merubah system pemerintahannya menjadi
presidensial, yaitu Negara yang dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus
menjadi kepala Negara dan kepala pemerintahan bagi negaranya. System ini
berjalan hingga ada kesempatan antara Indonesia dan belanda pada tahun 1949.
Belanda yang masih berniat menguasai Indonesia sebagai Negara jajahannya
berupaya untuk memecah belah Indonesia dengan mendirikan Negara-negara boneka
di wilayah Indonesia. Maka Indonesia kembali merubah system pemerintahannya
seperti pada saat awal kemerdekaan Indonesia yaitu system parlementer dan
konstitusi pun berubah menjadi UUD 1950 serta bentuk Negara yang semula Negara
kesatuan juga berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Namun karena rakyat
tidak setuju dan presiden soekarno meneruskan perjuangan kembali maka Indonesia
kembali menjadi Negara kesatuan namun tetap dengan menggunakan konstitusi UUD
1950.
Pada tahun 1959 presiden soekarno mengeluarkan dekrit
presiden yang salah satu isinya adalah kembali kepada konstitusi yang semula
yaitu UUD 1945. Sampai sekarang Indonesia masih menganut system pemerintahan
presidensial dan konstitusi UUD 1945.
B. SISTEM BIROKRASI
PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Penyelenggaraan pemerintahan Negara yang baik menjadi
agenda utama di Indonesia dewasa ini. Menarik bahwa penentuan agenda ini
didahului oleh krisis financial (1997) yang meluas menjadi krisis ekonomi
Negara, penciptaan good corporate governance di sector swasta, dan perbaikan
pemerintahan Negara.
Seperti dialami bersama, bangsa Indonesia memulai semua itu
dengan mendesak suksesi kepemimpinan naasionl dari presiden Soeharto ke
presiden Habibie (1998). Tentu saja, suksesi tidak cukup sebagai jawaban atas
tuntutan masyarakat. Reformasi politik akhirnya melebar : berkembangnya system
multi partai, penyelenggaraan pemilihan umum oleh lembaga yang independen
(1999), pembentukan lembagaa perwakilan yang lebih representative dan lebih
berdayaa dalam mengawasi pemerintah (eksekutif), pengurangan dan bahkan
penghilangan interfensi militer dalam kehidupan politik dan pemerintahan diluar
bidang mereka, peningkatan profesionalisme, dan independensi lembaga peradilan,
dll.
Pendek kata, berbagai
pihak (atau sektor) yang terlibat dalam keseluruhan dinamika governance
menerima sorotan dan harus diperbaiki, pihak-pihak itu bukan hanya negara
(legislatif, yudikatif, dan eksekutif) melainkan juga pihak swasta dan
masyarakat sipil (civil society). Yang terakhir dituntut meningkatkan perannya
dalam rangka mengembangkan demokratisasi dan akuntabilitas pemerintahan negara.
Namun governance reform
yang kini terpusat pada pihak eksekutif dan administrasi negara, tidak dapat
dihindari. Berbagai faktor telah menyebabkannya. Konstitusi Indonesia termasuk
a heavy-executive constitution, yang memberikan kekuasaan besar kepada
presiden. Peran pemerintah selama 30-an tahun terakhir juga begitu dominan
dalam berbagai aspek kehidupan. Dominasi ini telah didukung secara sistematis
melalui peran birokrasi yang tidak netral-politik karena menganut monoloyalitas
kepada Golkar, sistem kepartaian dominan (dominant party system), dan militer.
Dengan pemerintahan negara yang elitis, sedangkan masyarakat sipil masih lemah atau bahkan dibungkam, pemerintah memainkan peran yang strategis di bidang politik, sosial dan ekonomi. Eksekutifpun semakin independen, karena anggaran negara banyak didukung oleh hutang luar negeri. Maka dapat dimengerti bahwa independensi pemerintah tersebut juga merambah ke dunia usaha dan menghasilkan pengusaha pemburu rente (rent-seekers).
Tuntutan reformasi yang dirumuskan dalam slogan anti korupsi, kolusi dan nepotisme menggambarkan kebobrokan sistem pemerintahan negara yang didominasi oleh pemerintah, dengan aktor-aktor utama tersebut di muka, dan dalam sektor swasta yang seharusnya mandiri dan bebas dari intervensi pemerintah. Maka, reformasi pemerintahan negara (governance reform) yang terfokus pada pihak eksekutif dan administrasi negara merupakan salah satu jalur strategis bagi tercapainya good governance. Untuk itu terdapat berbagai strategi pencapaiannya.
Pertama, usaha telah dijalankan untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratik dan legitimate. Perkembangan sistem multi partai menjadi saluran bagi masyarakat untuk mendirikan asosiasi politik dan menjatuhkan pilihannya secara bebas. Penyelenggaraan pemilu oleh lembaga yang independen (KPU) dan pemantauan oleh masyarakat sipil (domestik dan international), telah meningkatkan kredibilitas sistem pembentukan legislatif dan eksekutif.
Kedua, seharusnya diperjelas otoritas pemerintahan baru di hadapan birokrasi lama. Tetapi hal ini belum memungkinkan, baik karena ketidakjelasan pengaturan, tidak adanya dukungan legislatif, maupun resistensi birokrasi lama. Masalah-masalah yang muncul dalam penunjukan pejabat-pejabat politik (political appointess), misalnya, mencerminkan bahwa watak Indonesia sebagai beambtenstaat (negara birokrasi) masih menonjol. Dalam sistem politik yang demokratik dan menghasilkan pemerintahan yang legitimate, seharusnya wajar belaka jika pemerintah berhak menentukan jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi negara. Jika tidak, maka pemerintahan yang demokratik akan dibajak oleh sistem birokrasi lama. Upaya memperjelas masalah ini dapat dimulai dengan menghasilkan perundang-undangan tentang lembaga kepresidenan. Dalam pengaturan itu ditentukan tentang otoritas politik, hak-hak dan kewajibannya, dan akuntabilitas.
Ketiga, reformasi administrasi negara. Seperti diketahui bersama, birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi yang menggurita. Mereka bukan hanya berada di lingkaran eksekutif seperti Sekretariat Negara, Departemen, Lembaga Non-departemen, dan BUMN, melainkan juga di lembaga perwakilan rakyat dan peradilan. Upaya awal sudah dilakukan, seperti transfer administrasi peradilan umum dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung, atau penentuan anggaran sendiri oleh lembaga perwakilan rakyat.
Namun banyak hal masih harus dilakukan dalam reformasi administrasi negara ini. Secara umum reformasi itu mencakup peran atau tugas sistem addministrasi negara antara lain guna melayani masyarakat secara aspiratif daripada melayani kepentingan sendiri melalui kolusi dengan dunia usaha dan nepotisme. Peran lain adalah memberi ruang pada masyarakat dan sektor swasta untuk berkembang dari bawah (bottom-up) dan di daerah (decentralization). Bappenas, Dirjen Sospol Depdagri, Dephankam, misalnya telah mengalaminya.
Aspek lainnya adalah penataan kelembagaan, termasuk melakukan rasionalisasi lembaga dan personil. Hal ini memerlukan peninjauan ulang terhadap keberadaan dan fungsi berbagai macam lembaga sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan politik dewasa ini. Termasuk yang harus mengalami reformasi adalah proses dan tata-cara administrasi negara yang tidak berbelit-belit, transparan, memuaskan dan tidak korup.
Keempat, kultur dan etika birokrasi. Kultur keterbukaan, pelayanan yang cepat, dan etika pejabat harus ditingkatkan. Pelayanan yang lamban sudah menjadi ciri birokrasi kita (perhatikan layanan KTP, pemasangan saluran telepon baru atau air minum). Etika jabatan menyangkut hal-hal seperti larangan perangkapan jabatan, berkolusi, penerimaan uang pelicin dan lain-lain.
Kelima, masalah sumber daya manusia yang memerlukan rekruitmen berdasarkan kualitas dan profesionalisme, peningkatan pelatihan, promosi reguler berdasarkan merit system, dan meningkatnya kesejahteraan (bandingkan antara gaji guru dengan pejabat esselon, juga pegawai negeri sipil-militer dengan pegawai BUMN).
Keenam, pengawasan administrasi negara. Hal ini dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Pengawasan preventif melekat pada sistem administrasi negara yang bersangkutan, seperti kejelasan job description, pengawasan oleh atasan, dan secara umum berupa penyelenggaraan pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip yang baik, yang harus diikuti atau diwujudkan dalam menghasilkan legislasi. Indonesia belum memiliki ketentuan hukum dalam hal ini. Sedangkan secara represif, pengawasan ini dapat berwatak politis, yaitu melalui DPR dan DPRD, maupun berwatak yudisial melalui peradilan adminastrasi yang terbatas pada keputusan konkret (beschikking). Memang banyak hal yang harus diperbaiki. Peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.
Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Memang banyak hal yang harus diperbaiki. Peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.
Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dengan pemerintahan negara yang elitis, sedangkan masyarakat sipil masih lemah atau bahkan dibungkam, pemerintah memainkan peran yang strategis di bidang politik, sosial dan ekonomi. Eksekutifpun semakin independen, karena anggaran negara banyak didukung oleh hutang luar negeri. Maka dapat dimengerti bahwa independensi pemerintah tersebut juga merambah ke dunia usaha dan menghasilkan pengusaha pemburu rente (rent-seekers).
Tuntutan reformasi yang dirumuskan dalam slogan anti korupsi, kolusi dan nepotisme menggambarkan kebobrokan sistem pemerintahan negara yang didominasi oleh pemerintah, dengan aktor-aktor utama tersebut di muka, dan dalam sektor swasta yang seharusnya mandiri dan bebas dari intervensi pemerintah. Maka, reformasi pemerintahan negara (governance reform) yang terfokus pada pihak eksekutif dan administrasi negara merupakan salah satu jalur strategis bagi tercapainya good governance. Untuk itu terdapat berbagai strategi pencapaiannya.
Pertama, usaha telah dijalankan untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratik dan legitimate. Perkembangan sistem multi partai menjadi saluran bagi masyarakat untuk mendirikan asosiasi politik dan menjatuhkan pilihannya secara bebas. Penyelenggaraan pemilu oleh lembaga yang independen (KPU) dan pemantauan oleh masyarakat sipil (domestik dan international), telah meningkatkan kredibilitas sistem pembentukan legislatif dan eksekutif.
Kedua, seharusnya diperjelas otoritas pemerintahan baru di hadapan birokrasi lama. Tetapi hal ini belum memungkinkan, baik karena ketidakjelasan pengaturan, tidak adanya dukungan legislatif, maupun resistensi birokrasi lama. Masalah-masalah yang muncul dalam penunjukan pejabat-pejabat politik (political appointess), misalnya, mencerminkan bahwa watak Indonesia sebagai beambtenstaat (negara birokrasi) masih menonjol. Dalam sistem politik yang demokratik dan menghasilkan pemerintahan yang legitimate, seharusnya wajar belaka jika pemerintah berhak menentukan jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi negara. Jika tidak, maka pemerintahan yang demokratik akan dibajak oleh sistem birokrasi lama. Upaya memperjelas masalah ini dapat dimulai dengan menghasilkan perundang-undangan tentang lembaga kepresidenan. Dalam pengaturan itu ditentukan tentang otoritas politik, hak-hak dan kewajibannya, dan akuntabilitas.
Ketiga, reformasi administrasi negara. Seperti diketahui bersama, birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi yang menggurita. Mereka bukan hanya berada di lingkaran eksekutif seperti Sekretariat Negara, Departemen, Lembaga Non-departemen, dan BUMN, melainkan juga di lembaga perwakilan rakyat dan peradilan. Upaya awal sudah dilakukan, seperti transfer administrasi peradilan umum dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung, atau penentuan anggaran sendiri oleh lembaga perwakilan rakyat.
Namun banyak hal masih harus dilakukan dalam reformasi administrasi negara ini. Secara umum reformasi itu mencakup peran atau tugas sistem addministrasi negara antara lain guna melayani masyarakat secara aspiratif daripada melayani kepentingan sendiri melalui kolusi dengan dunia usaha dan nepotisme. Peran lain adalah memberi ruang pada masyarakat dan sektor swasta untuk berkembang dari bawah (bottom-up) dan di daerah (decentralization). Bappenas, Dirjen Sospol Depdagri, Dephankam, misalnya telah mengalaminya.
Aspek lainnya adalah penataan kelembagaan, termasuk melakukan rasionalisasi lembaga dan personil. Hal ini memerlukan peninjauan ulang terhadap keberadaan dan fungsi berbagai macam lembaga sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan politik dewasa ini. Termasuk yang harus mengalami reformasi adalah proses dan tata-cara administrasi negara yang tidak berbelit-belit, transparan, memuaskan dan tidak korup.
Keempat, kultur dan etika birokrasi. Kultur keterbukaan, pelayanan yang cepat, dan etika pejabat harus ditingkatkan. Pelayanan yang lamban sudah menjadi ciri birokrasi kita (perhatikan layanan KTP, pemasangan saluran telepon baru atau air minum). Etika jabatan menyangkut hal-hal seperti larangan perangkapan jabatan, berkolusi, penerimaan uang pelicin dan lain-lain.
Kelima, masalah sumber daya manusia yang memerlukan rekruitmen berdasarkan kualitas dan profesionalisme, peningkatan pelatihan, promosi reguler berdasarkan merit system, dan meningkatnya kesejahteraan (bandingkan antara gaji guru dengan pejabat esselon, juga pegawai negeri sipil-militer dengan pegawai BUMN).
Keenam, pengawasan administrasi negara. Hal ini dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Pengawasan preventif melekat pada sistem administrasi negara yang bersangkutan, seperti kejelasan job description, pengawasan oleh atasan, dan secara umum berupa penyelenggaraan pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip yang baik, yang harus diikuti atau diwujudkan dalam menghasilkan legislasi. Indonesia belum memiliki ketentuan hukum dalam hal ini. Sedangkan secara represif, pengawasan ini dapat berwatak politis, yaitu melalui DPR dan DPRD, maupun berwatak yudisial melalui peradilan adminastrasi yang terbatas pada keputusan konkret (beschikking). Memang banyak hal yang harus diperbaiki. Peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.
Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Memang banyak hal yang harus diperbaiki. Peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.
Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian, prakarsa,
wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan pusat menjadi
tanggung jawab daerah , baik mengenai politik pelaksanaannya, perencanaan, dan
pelaksanaannya maupun mengenai segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya
adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Dekonsentrasi wewenang administrative.Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Delegasi kepada penguasa otorita Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat. Devolusi kepada pemerintah daerah Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Dekonsentrasi wewenang administrative.Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Delegasi kepada penguasa otorita Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat. Devolusi kepada pemerintah daerah Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
Dampak Positif dan
Negatif Sentralisasi di berbagai bidang antara lain :
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
Segi Sosial Budaya. Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini dari segi keamanan dan politik adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia.
Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Penerapan asas legalitas akan menunjang kepastian hukum dan kesamaan perlakuan. Penyelengggaraan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas yang berarti didasarkan undang-undang dalam praktiknya tidak memadai dikarenakan hukum masih terdapat kelemahan. Meski asas legalitas memiliki kelemahan namun tetap merupakan asas utama bagi setiap negara hukum.
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
Segi Sosial Budaya. Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini dari segi keamanan dan politik adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia.
Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Penerapan asas legalitas akan menunjang kepastian hukum dan kesamaan perlakuan. Penyelengggaraan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas yang berarti didasarkan undang-undang dalam praktiknya tidak memadai dikarenakan hukum masih terdapat kelemahan. Meski asas legalitas memiliki kelemahan namun tetap merupakan asas utama bagi setiap negara hukum.
C. PERUBAHAN SISTEM
BIROKRASI DI INDONESIA
Sejak jatuhnya era Orde Baru,
reformasi dalam berbagai sektor pemerintahan mulai dilaksanakan. Bukan hanya
pemisahan antara TNI dan POLRI tetapi juga berbagai lembaga pemerintahan juga
mereformasi lembaganya masing masing. Tranparansi kinerja dan pelayanan
terhadap publik yang dahulu terkesan alot dan sulit kini semakin dipermudah
meskipun pada kenyataannya masih ada proses birokrasi yang dipersulit dan yang
masih tertutup. Merubah tatanan birokrasi Indonesia tidaklah mudah. Memerlukan
jangka waktu yang panjang dan lama untuk mengubah tatanan birokrasi yang alot, tertutup,
menyulitkan dan buruk kerjanya.
Saat ini, perubahan tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga tugas rakyat. Bersama-sama merubah tatanan birokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik untuk menjadikan proses administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya.
Saat ini, perubahan tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga tugas rakyat. Bersama-sama merubah tatanan birokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik untuk menjadikan proses administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia
menganut sistem parlementer dimana negara ini memiliki seorang presiden sebagai
kepala negara dan memiliki seorang perdana menteri untuk menjadi kepala
pemerintahannya. Kemudian Indonesia merubah sistem pemerintahannya menjadi
presidensial, yaitu negara yang dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus
menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan bagi negaranya. Sistem ini
berjalan hingga ada kesepakatan antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1949.
Indonesia kembali merubah sistem pemerintahannya seperti pada saat awal
kemerdekaan Indonesia yaitu sistem parlementer dan konstitusipun berubah
menjadi UUD 1950 serta bentuk negara yang semula negara kesatuan juga berubah
menjadi Republik Indonesia Serikat. Tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit presiden yang isinya kembali pada UUD 1945, maka Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan namun tetap dengan menggunakan konstitusi UUD 1945.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Tranparansi kinerja dan pelayanan terhadap publik yang dahulu terkesan alot dan sulit kini semakin dipermudah meskipun pada kenyataannya masih ada proses birokrasi yang dipersulit dan yang masih tertutup.
Merubah tatanan birokrasi Indonesia tidaklah mudah. Memerlukan jangka waktu yang panjang dan lama untuk mengubah tatanan birokrasi yang alot, tertutup, menylitkan dan buruk kinerjanya
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Tranparansi kinerja dan pelayanan terhadap publik yang dahulu terkesan alot dan sulit kini semakin dipermudah meskipun pada kenyataannya masih ada proses birokrasi yang dipersulit dan yang masih tertutup.
Merubah tatanan birokrasi Indonesia tidaklah mudah. Memerlukan jangka waktu yang panjang dan lama untuk mengubah tatanan birokrasi yang alot, tertutup, menylitkan dan buruk kinerjanya
B. SARAN
Saat
ini, perubahan pada sistem birokrasi tidak hanya menjadi tugas pemerintah
tetapi juga tugas rakyat. Bersama-sama merubah tatanan birokrasi Indonesia ke
arah yang lebih baik untuk menjadikan proses administrasi negara berjalan
sebagaimana mestinya. Berusaha menghilangkan citra buruk dan mempermudah alur
birokrasi adalah kewajiban kita untuk membangun kembali sistem birokrasi yang
baik.
Setiap sistem pemerintahan pasti memiliki kelemahan atau kekurangan. Hal ini biasa terjadi dalam sistem ketatanegaraan. Dalam mewujudkan tujuan nasional hendaknya ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyatnya, maka akan terwujud tujuan nasional. Tujuan nasional merupakan suatu bentuk keinginan dari rakyat. Bagaimana menjalankan pemerintahan, bagaimana mewujudkan cita-cita rakyat, semua itu hanya dapat dilakukan bila ada suatu kerjasama yang baik dari pemerintah kepada rakyatnya.
Setiap sistem pemerintahan pasti memiliki kelemahan atau kekurangan. Hal ini biasa terjadi dalam sistem ketatanegaraan. Dalam mewujudkan tujuan nasional hendaknya ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyatnya, maka akan terwujud tujuan nasional. Tujuan nasional merupakan suatu bentuk keinginan dari rakyat. Bagaimana menjalankan pemerintahan, bagaimana mewujudkan cita-cita rakyat, semua itu hanya dapat dilakukan bila ada suatu kerjasama yang baik dari pemerintah kepada rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Makalahsospol.blogspot.com/2013/02
https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/03/06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar